PEMBIASAAN KEBIASAAN


Kebiasaan menurut kamus besar bahasa indonesia adalah pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yg dipelajari oleh seorang individu dan yg dilakukannya secara berulang untuk hal yg sama. Kebiasaan biasanya dilakukan secara turun temurun dari orang tua ke anak, dari guru ke murid. Sehingga dalam prakteknya kebiasaan buruk pun akan dianggap benar karena sudah tertanam dalam alam bawah sadar manusia.

Pembiasaan agar menjadi kebiasaan dimulai sejak usia dini. Bahkan sejak dalam kandungan janin atau bayi sudah diperdengarkan murathal al-quran maupun musik mozart untuk perkembangan otaknya. Demikian pula halnya dengan kesehatan.

Di negara maju kebiasaan ini telah menjadi budaya, bahkan sampai etika di kamar kecil dan lainnya. Seharusnya di negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam hal ini bukan barang baru lagi, karena telah diajarkan beristinja, berwudhu, tayamum, bersiwak dan mandi. Sehingga kebersihan dan kesehatan melekat dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi semua ini tidak sejalan di Negara kita. Hal inilah yang menyebabkan banyak penyakit di Indonesia berbasis lingkungan dan perilaku hidup tidak bersih dan sehat.

Pola penyakit di Indonesia

Ternyata pola penyakit terbanyak pada anak di indonesia ternyata 74,4% adalah penyakit gigi dan mulut disusul oleh penyakit cacingan 60-80% dan diare serta ISPA 30%. Dari data tersebut terlihat bahwa semua penyakit tersebut berdasarkan pada lingkungan dan kebiasaan hidup bersih dan sehat. Penyakit ini mempunyai efek yang besar terhadap perkembangan fisik dan mental anak, kehadiran serta performa mereka di sekolah yang akhirnya bermuara pada menurunnya kualitas hidup mereka.

Karies gigi pada anak akan menyebabkan anak malas untuk makan yang akhirnya asupan gizi menjadi kurang sehingga perkembangan otak, mental dan fisik menjadi terganggu. Diare dan cacingan menyebabkan anak menjadi anemia sehingga lemas, lesu dalam menjalani aktivitas sebagai siswa disekolah. Sebenarnya  penyakit diatas dapat dikontrol dengan upaya pencegahan seperti mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan menyikat gigi sesudah makan.

Menyikat gigi sesudah makan dan mencuci tangan sebelum makan belum menjadi kebiasaan di masyarakat kita. Sehingga penyakit diatas dapat diterima dan dianggap “normal”  meskipun memiliki efek besar terhadap fisik dan mental anak. Padahal mayoritas warga negara republik ini beragama Islam yang notabene di dalam kitab sucinya Al-Quran sudah diajarkan tentang bersuci.

Kebiasaan baik ini harus dikembalikan sehingga menjadi budaya dengan pembiasaan sejak usia dini. Sudah menjadi rahasia umum bahwa rata-rata anak akan lebih mematuhi gurunya di sekolah dibandingkan dengan orangtuanya. Hal ini sejalan dengan penelitian bahwa sistem sekolah dapat memberikan hasil yang bermakna terhadap indikator kesehatan dengan biaya yang sangat rendah.

Enam program dasar Puskesmas

Program dasar di puskesmas ada 6 (enam) Yaitu (1) Promosi Kesehatan, (2) Kesehatan Lingkungan, (3) Kesehatan Ibu dan anak / Keluarga berencana, (4) Gizi masyarakat, (5) Pemberantasan Penyakit Menular, (6) Pengobatan. Promosi kesehatan ini merupakan pilar utama dalam mencegah dan mengontrol penyakit berbasis. Kenapa promosi kesehatan menempati urutan pertama? Hal ini disebabkan promosi kesehatan erat kaitannya dengan preventif yang harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan mengobati yang pada program pokok menempati urutan ke enam. Akan tetapi pada kenyataannya promosi kesehatan terbalik menjadi urutan ke 6 dari program pokok dan pengobatanlah yang menjadi prioritas utama. Sungguh sangat ironis.

Untuk itu dalam tulisan singkat ini, penulis mencoba untuk menaikkan pamor promosi kesehatan menempati kembali kedudukannya sebagai program pertama dari Puskesmas. Sehingga penyakit berbasis kebiasaan dan lingkungan dapat terkontrol.

Promosi kesehatan merupakan program yang sangat murah dan berefek luar biasa. Karena berdasarkan pada perubahan perilaku. Hanya dibutuhkan kemauan dan kerja sedikit  lebih keras dari biasanya.

FIT FOR SCHOOL

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di bawah Ditjen Bina Upaya Kesehatan mempunyai program yang sangat sederhana tetapi efektif dan efisien yaitu fit for school.

Paket fit for school terdiri dari tiga intervensi: cuci tangan setiap hari dengan sabun, menyikat gigi setiap hari dengan pasta gigi fluoride dan minum obat cacing dua kali setahun. Ini semua dilakukan di lembaga-lembaga publik seperti sekolah umum dan tempat penitipan anak. Paket ini berhasil membahas penyakit anak berdampak tinggi di Filipina. Jadi, jika dilaksanakan dalam skala massal, diharapkan dapat membuat kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs):

  • Untuk mencapai pendidikan dasar universal
  • Untuk mengurangi penyakit pada anak
  • Untuk mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

Fit for school fokus pada kesehatan dan pendidikan pengembangan sektor kapasitas. Ini akan mendukung pelembagaan Program Perawatan Kesehatan Esensial sebagai bagian dari kegiatan sekolah sehari-hari. Dengan menggunakan sistem sekolah untuk program kesehatan, dapat menghasilkan indikator kesehatan meningkat tajam dengan biaya yang sangat rendah. Program ini dapat diimplementasikan di hampir semua sekolah.

Pembiasaan mencuci tangan dan menyikat gigi ini memerlukan kerjasama lintas program dan sektor. Yaitu dari pihak sekolah yang dalam hal ini kementerian pendidikan dan kebudayaan yang memiliki wadah sekolah serta kementerian kesehatan sebagai tenaga ahli. Masuknya kesehatan sebagai bagian dari kurikulum telah dimulai dari kesehatan reproduksi dan narkoba. Mengapa tidak dimasukkan Perilaku Hidup Bersih dan sehat (PHBS) sebagai kurikulum pendidikan.

Definisi sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Sebagai pusat pendidikan awal sekolah merupakan pilar penting dalam proses pembelajaran dan pendidikan. Tidak hanya pelajaran yang sesuai dengan kurikulum saja tetapi mendidik generasi muda dalam segala hal. Akhlak, kebiasaan hidup bersih dan sehat serta norma-norma positif baik tertulis dan tidak tertulis yang berlaku di masyarakat Indonesia.

Sekolah merupakan wadah sosial yang terstruktur. Ibarat buku yang masih putih tanpa coretan, demikianlah siswa didik. Sehingga pembiasaan kebiasaan baik dalam hal ini berhubungan dengan kesehatan dapat diterapkan oleh guru ke siswa langsung terserap dan patuh mengikuti instruksi.

Pertanyaannya pembiasaan ini dimasukkan dalam jenjang pendidikan mana ? Seperti yang kita ketahui bahwa periode anak umur 7 tahun ke-atas secara psikologis akan mulai melakukan perlawanan atas anjuran orang dewasa, sedangkan usia anak balita akan menerima apapun yang disodorkan orang dewasa. Dari pandangan psikologis tersebut maka sebaiknya pembiasaan kebiasaan kesehatan ini dimulai dari PAUD dan TK.

Tata Laksana Pembiasaan FIT FOR SCHOOL

Pembiasaan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan menyikat gigi dengan pasta gigi berfluoride sesudah makan tidak memerlukan biaya yang mahal. Biaya satu siswa pertahun hanya Rp.5.000,-. Sangat murah dan tidak membebankan orang tua siswa. Bandingkan dengan jajan siswa yang melebihi Rp.5.000,- perhari dan harga rokok yang diatas Rp.10.000,- perbungkus perhari !.

Permasalahannya  bagaimana jika di sekolah tersebut kamar mandinya belum ada dan tidak ada sarana untuk mencuci tangan dan menyikat gigi serta darimana biaya untuk membangun sarana tersebut ?. Permasalahan ini bisa diselesaikan dengan cara yang sangat mudah dan murah. Hanya perlu sedikit kerja sama dan pemanfaatan barang bekas.

Ya, pemanfaatan limbah bekas yang ada disekitar sekolah dan rumah tangga. Yaitu setiap anak diwajibkan membawa bekas botol air mineral 600 ML , bekas botol shampo dan stoking (kaus kaki perempuan dewasa). Tentu anda bertanya-tanya untuk apa barang bekas tersebut dan apa kaitannya dengan pembiasaan kebiasaan ini?. Botol air mineral itu difungsikan sebagai tempat air untuk mencuci tangan yang digantungkan pada tiang dengan tali plastik yang diikat dileher botol dan bawah botol. Sehingga bisa dituangkan saat mencuci tangan. Botol sampo digunakan sebagai wadah sikat gigi dan pasta gigi siswa yang ditempel di papan dengan foto siswa. Sabun untuk cuci tangan dimasukkan dalam stoking dan digantung di tiang sehingga dapat digunakan tanpa menaruh ke wadah sabun seperti biasa.

Pemanfaatan limbah bekas terutama plastik yang sangat banyak disekitar kita dan biaya per siswa yang murah serta pembiasaan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan menyikat gigi sesudah makan setiap hari dari senin samapai sabtu tentu akan melekat dalam ingatan anak. Hal ini dilakukan terus menerus sampai terpatri dalam alam bawah sadar anak. Hal ini akan menjadikan kegiatan itu otomatis muncul setiap saat terutama sebelum  mereka makan akan mencuci tangan dan setelah makan menyikat gigi tanpa disuruh lagi.

 

Bukankah kebersihan sebagian daripada iman? Dan bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati? Ya, metode yang mudah serta biaya yang murah dan kebiasaan yang baik akan meningkatkan derajat kehidupan manusia khususnya generasi muda Indonesia.

Pendekatan terpadu memberikan berbagai intervensi yang membahas beberapa kebutuhan melalui koordinasi di berbagai sektor dan dengan partisipasi dari semua pemangku kepentingan yang relevan untuk mencapai tujuan bersama. Kemauan kuat dari pendidik dan petugas kesehatan dalam melakukan pembiasaan kebiasan ini akan mengubah perilaku siswa. Hal ini akan mengubah kecenderungan kuratif menjadi preventif sehingga biaya kesehatan dapat ditekan seminimal mungkin.

Program ini adalah program lama yang sudah berjalan pada murid SD tetapi kurang mendapat perhatian maksimal dari berbagai pihak. Alangkah baiknya bila program ini mendapatkan perhatian lebih dari pendidik , tenaga kesehatan dan pemangku kebijakan sehingga di masa yang akan datang kebiasaan ini menjadi budaya di masyarakat Indonesia.

Seperti diketahui bahwa promosi dan preventif di bidang kesehatan yang bertujuan merubah prilaku memerlukan waktu yang lama dan panjang. Akan tetapi pembiasaan kebiasaan ini akan terlihat efeknya tidak pada satu atau dua tahun, tapi bertahun ke depan saat kebiasaan PHBS ini menjadi budaya di masyarakat kita. Hal ini bisa diwujudkan pada agen perubahan yaitu anak-anak kita yang masih bersekolah di PAUD dan TK. Karena pada usia inilah kepribadian dapat dibentuk lebih mudah dibandingkan saat mereka remaja dan dewasa nanti. Saat ini posisi generasi muda adalah sangat strategis, karena faktanya usia generasi muda adalah produktif, dan di pundak mereka estafet kesehatan nasional masa depan akan dipercayakan, sehingga penulis memandang dengan memberikan pembiasaan kebiasaan fit for school kepada generasi muda, berarti kita bisa menyelamatkan masa depan negeri ini dari kualitas  hidup yang rendah.

Kapan lagi kita melakukan perubahan yang mendasar. Sekaranglah jawabannya, agar didapatkan efeknya di masa yang akan datang. Pembiasaan kebiasaan berbudaya bersih dan sehat  ini akan menjadikan generasi Indonesia yang kuat secara mental dan fisik. Sehingga tercipta generasi yang tangguh menyongsong era globalisasi dunia.

 

Tentang drgnyeleneh

nyeleneh dianggap aneh justru karena tetap di jalur. seorang dokter gigi. peminat kesehatan gigi berbasis masyarakat dan kesehatan masyarakat lainnya. :)
Pos ini dipublikasikan di kesehatan masyarakat dan tag , , , , . Tandai permalink.

7 Balasan ke PEMBIASAAN KEBIASAAN

  1. giewahyudi berkata:

    Pantas saja ada istilah “kebersihan adalah sebagian dari iman”. Tanpa kebersihan dalam semua bidang, masa depan memang tidak menjanjikan..

    Suka

  2. Kucing Dolby berkata:

    bagus gan postingannya salam kenal yah 😀

    Suka

  3. Solochanger berkata:

    benar memang, kesehatan mahal harganya.
    kalo sehat kadang kita lupa, pas sakit baru paham arti kesehatan itu seperti apa.
    nice post 😉

    Suka

  4. Ping balik: gigi susu keropos dicabut sebelum goyang boleh ngga ??? (cabut gigi susu) | Nyeleneh

Tinggalkan Balasan ke drgnyeleneh Batalkan balasan